Islam meruntuhkan iman sang pendeta

Senin, 29 November 2010

p
Pada suatu hari (Minggu pagi), saya justru pergi ke mesjid dan mendatangi seorang Imam Mesjid, namanya Pak Hamid, yang bekerja di kantor Departemen Agama Kabupaten Toli-toli. Kebetulan, di Minggu pagi itu, Pak Haji Hamid bersama tiga orang jemaah mesjid sedang membersihkan halaman mesjid. Tanpa rasa ragu dan malu saya menghampiri Pak Haji Hamid yang sedang berjongkok sambil menebas rumput di halaman masjid. Saat itu, Pak Hamid tidak tahu sama sekali siapa yang datang dari arah belakangnya.
Saya kemudian mengucapkan Assalamualaikum 
yang kala itu sebenarnya belum pantas saya ucapkan karena masih menyembah Yesus bukan menyembah Tuhan. Karena aku salam, Pak Hamid pun membalas salamku, Waalaikum salam warohmatullohi wabarokatuh sambil membalikkan badan menghadap ke arahku. Tapi apa yang terjadi ? Ketika kami berhadapan, betapa kagetnya beliau. Ternyata yang datang menjumpainya adalah murid Paulus, bukan pengikut Nabi Muhammad SAW.

Suasana mulai tegang, saya dapat melihat sekaligus merasakan dari raut wajah Pak Haji Hamid tersimpan tanda tanya besar.

Bahkan hari itu saya merasa beliau seperti tidak percaya fakta yang sedang terjadi di depan dua kelopak matanya. Dengan pandangan yang penuh tanda tanya dan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui maksud kehadiranku di masjid, akhirnya beliau membuka mulut alias angkat bicara bernada pertanyaan.

Pak Haji : Apa kabar Pak Pendeta, Ada yang harus saya bantu ?

Saya : Ada Pak Haji

Pak Haji : Masalah apa Pak, kalau boleh saya tahu ?

Saya : Masalah Iman, Pak

Pak Haji : (Sedikit kaget, lalu bertanya lagi) Apa tidak salah ? (sambil tertawa)

Saya : Tidak Pak

Pak Haji : Seharusnya Bapak tidak datang kepada saya, bukankah saya seorang Muslim dan Bapak Kristen ? Apa yang terjadi dengan Pak Pendeta sekarang ?

Saya : Sebaiknya kita ke dalam mesjid aja Pak Haji

Pak Haji : Ooh, tidak apa-apa Pak, di luar sini saja atau di rumahku

Saya : Kalau di sini, saya tidak mau ceritakan apa yang terjadi denganku. Apalagi di rumah Bapak

Pak Haji : Baiklah, mari kita masuk ke mesjid.

Saya : Terima kasih Pak

Saya dan Pak Haji melangkahkan kaki dari halaman mesjid menuju pintu utama mesjid. Tepat di bawah mimbar mesjid, Pak Haji menawarkan duduk di lantai, di atas karpet beludru. Saya duduk berhadapan serta bertatapan wajah dengan Pak Haji. Saya melihat bulu roma Pak haji berdiri tegak, dan pori-pori di kulit tangannya pada bermunculan, seperti ada sesuatu yang hadir di tengah-tengah pertemuan kami. Tiba-tiba, secara spontan, kesedihan menyelimuti perasaan hatiku. Akibatnya, di hadapan Pak Hamid, saya menangis tersedu-sedu tanpa rasa malu atau minder sedikitpun. Saya seakan tak kuasa mengucapkan satu katapun akibat kesedihan yang dalam sedang menyelimuti. Sebagai orang berilmu Al Quran, Pak Hamid memahami semua kejadian yang menimpaku. Beliau mengelus-elus pundakku sambil berkata, Sabar Pak, sekarang aku tahu tanpa Anda jelaskan. Sesungguhnya Anda orang yang menerima hidayah tepat pada Bulan Ramadan 1427 Hijriah.

Lalu Pak Hamid juga berkata, Jika hidayah Allah SWT telah masuk ke dalam batin seseorang, tak seorangpun dapat mencegahnya. Apapun status orang tersebut pasti akan tunduk kepada keputusan Allah SWT seperti Bapak. Walaupun seorang pendeta, jika hidayah Allah SWT datang menjumpai dan menetap di hati Bapak, siapapun tak dapat mencegahnya untuk memeluk agama Islam. Begitulah jika Islam telah masuk ke nurani Bapak. Dan ingat Pak, justru orang seperti Bapak yang sering diberi hidayah dari Allah SWT. Mengapa ? karena Allah SWT mengetahui dan selektif dalam mengambil keputusan. Dia memberikan hidayah kepada Bapak dengan tujuan agar Bapak di kemudian hari mampu menceritakan kebenaran agama Allah SWT. Tetapi yang utama, Bapak adalah orang yang dicintai oleh Allah SWT, sehingga diberi-Nya petunjuk.

Kurang lebih 30 menit kami berada di dalam mesjid. Suasana kasih sayang turut mewarnai pertemuan kami. Berbagai saran, pendapat, nasehat, dan motivasi menghiasi indahnya suasana percakapan kami. Saat itu juga, antara saya dengan Pak Haji Hamid, sudah mulai terjalin tali persaudaraan serta tali persahabatan selaku umat pilihan Allah SWT. Padahal sebelumnya tidak bersahabat, masing-masing kami mempertahankan prinsip keyakinan yang dianut. Namun setelah hidayah menemuiku, segala sesuatu yang tidak baik menjadi kebaikan dan segala sesuatu yang tidak benar berubah menjadi kebenaran sejati. "Habis gelap terbitlah terang", kata-kata bijak inilah makna yang terkandung dalam kata "hidayah". Artinya, petunjuk membawa manusia kepada perubahan hidup yang lebih berarti. (amanah-land.blogspot.com)

Disalin dengan editting seperlunya dari buku Islam Meruntuhkan Iman Sang Pendeta, Dr. Muhammad Yahya Waloni, diterbitkan oleh Cahaya Iman dan MYW Center, Bandung, 2008.

Sumber : Swaramuslim.com

www.ujecentre.com

0 komentar:

Posting Komentar